Style dalam Stilistika

Oleh : Heny Anggreini Stilistika tidak terbatas dalam bahasa dan sastra. Dalam pengertian yang lebih luas, gaya juga dibicarakan dalam karya seni yang lain, termasuk bentuk-bentuk karangan bebas pada umunya, seperti sosial, politik, ekonomi, media dan sebagainya, bahkan juga dalam kehidupan praktis sehari-hari (Ratna, 2010: VI). Dalam pengertian yang lebih luas sesungguhnya stilistika juga diperlukan bagi ilmu humaniora pada umumnya. Dikaitkan dengan masyarakat kontemporer, di dalamnya terjadi perkembangan berbagai aspek kehidupan secara dinamis, khususnya sebagai akibat kemajuan teknologi komunikasi, stilistika memasuki hampir keseluruhan aspek kehidupan masnusia. Meskipun demikian, khususnya dalam kaitanya dengan teori sastra, stilistika kurang memeperoleh perhatian. Pada umumnya stilistika lebih banyak dibicarakan dalam ilmu bahasa, yaitu dalam bentuk deskripsi berbagai jenis gaya bahasa, sebagai majas. Gaya melahirkan kegairahan sebab gaya membentuk citra baru, gaya membangkitkan berbagai dimensi yang stagnasi. Pada dasarnya disinilah terletak makna kata style sehingga kemudian berarti gaya bahasa yang sekaligus berfungsi sebagai penggunaan bahasa yang khas. Gaya bahasa adalah cara pemakaian bahasa dalam karangan atau bagaimana pengarang mengungkapkan sesuatu yang akan dikemukakakn (Abrahms dalam Ali Imron, 1981: 190-191). Menurut Leech & Short dalam Ali Imron (1984: 10), style merupakan pemakaian bahasa dalam konteks tertentu, oleh pengarang tertentu, untuk tujuan tertentu. Gaya dengan demikian adalah kualitas bahasa, merupakan ekspresi langsung pikiran dan perasaan. Tanpa adanya hubungan kedua tersebut maka mustahil akan akan terciptanya gaya bahasa. Meskipun demikian, gaya tidak harus untuk mencapai mencapai suatu kepuasan. Gaya melibatkan orang lain, monuitas lain, gaya bukan semata-mata untuk kepuasan diri sendiri. Gaya yang berlebihan meskipun diciptakan dengan sendiri, teapi jelas mengganggu orang lain sebab selera orang tidak sama. Pada kenyataannya, banyak penulis pemula yang tidak mengerti tentang penggunaan gaya bahasa tersebut. Dalam karya sastra yang dihasilkannya, khususnya pada puisi, banyak penggunaan gaya bahasa yang berlebihan, sehingga karya yang dibuat sulit untuk ditafsirkan, terutama pada makna yang tersirat dalam puisi. Banyak dari penulis-penulis pemula yang tidak mengikuti ketentuan dalam gaya bahasa. Mereka telah melupakan struktur yang ada dalam penggunaan gaya bahasa. Pemakaiannya pun sudah tidak sewajarnya lagi, sehingga pada saat pembaca ingin membaca karya tersebut harus bekerja keras untuk menafsirkan isi atau makna yang terdapat dalam puisi. Bahkan, banyak pembaca yang menikmati puisi hanya karena style yang digunakan penulis saja. Keindahan kata-kata yang digunakannya membuat pembaca tertarik untuk membaca, tapi untuk orang yang hanya sekedar menikmati tanpa tahu persepsi tentang puisi, mereka cenderung tidak memahami makna dalam puisi tersebut. Saya kutip penggalan puisi “ Rebahan Hitamku” karya Sartika Sari Hitam rebah di atas tadahan jemari lemah Bulan tersungkir di balik awan kelam yang meraja Bintang malampun berkerut dalam busana malam durja Mendogma dunia untuk bersetubuh dengan murka Tuhan…. Dari puisi di atas dapat dilihat bagaimana penulis menggunakan Style yang terstruktur dan masih pada batas kewajaran. Jika yang membaca puisi tersebut tidak mempunyai pemahaman tentang puisi, tapi menyukai puisi maka pembaca akan sulit untuk menginterpretasikan makna yang tersirat maupun yang tersurat dalam puisi di atas. Pembaca hanya sekedar menikmati puisi dari diksi yang indah dan rima dan irama yang tergambar saat pembaca membaca puisi tersebut.

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Popular Posts

Blogroll

About

foxyform

Blogger templates

Blogger news

Copyright © / Gelitar 12

Template by : Urangkurai / powered by :blogger