KESALAHAN MEMBEBANIKU.

Oleh : Nuni Afriyanti
 


Gelisah, panic, pusing, cemas, selalu menyertaiku dikala Dia datang. Kuingin menjerit “ ampuuunnn” tetapi ku takut akan mengganggu tetanggaku. Hatiku berdebar seperti dikejar-kejar para perampok yang ingin merebut sesuatu dariku. “ stress “ itulah kata yang bagiku adalah kata yang tidak pernah lepas dari mulutku. Lama sekali, menunggu waktu berputar melepas ini semua. Menjadikan hari ini menjadi hari itu, “ bagaimana caranya?”
            Hari demi hari terus kujalani, tanpa adanya seorang kekasih yang menemaniku yang seorang diri disini. “ sangat jauh “ membentang luas, yang seakan-akan ku tidak sanggup untuk menggapainya. Jari-jariku terasa kaku, dan tidak ada  ide-ide cemerlang yang membuatku bersinar. Sangat kecil, melebihi pasir yang masih terasa bila dipijak oleh makhluk. Sengsara, bukan begitu sengsara, tersiksa, bukan begitu tersiksa. Ku bagai diambang-ambang oleh kenyatan yang membuatku merasa ingin muntah yang tidak bisa ditahan lagi.
“ San, kenapa kamu? “ tanya seorang temanku yang terheran melihatku sendiri di pojok kanan kelas.
“ Tidak kenapa-napa.” Jawabku seakan-akan ingin mengakhiri pembicaraan.
            Pergi, pergi meninggalkanku sendiri, tanpa pertanyaan yang membuatku terhibur. Dan ku berpikir apakah ku terlalu penyendiri sehingga semua pergi meninggalkanku?
            Saat itu tiba, gejolak yang membuatku gugup akhirnya datang juga. Merasa tertekan, bingung, terombang-ambing, memikirkan sesuatu hal yang berujung adanya. “ Ku ingin pulang!” sesuatu hal yang kupikirkan “ ku ingin berhenti!” pikirku yang tidak akan mungkin kulakukan. Setelahnya keluar, seseorangpun datang menghampiriku.
“ Ada masalah?” bertanya padaku dengan suara bernada lembut.
“  Tidak ada masalah apa-apa kok.” Jawabku dengan tersentak seperti terbangun dari khayalan yang tidak tentu arah.
“ Wajah kamu tampak seperti melamun, pasti kamu memikirkan Sesuatu hal.” Tanya dengan penuh penasaran.
“ Memikirkan apa? Itu Cuma perasaan kamu saja. Dan saya minta, kamu jangan sok tahu!” jawabku dengan nada kasar.
“ Maaf kalau begitu, karena sudah bertanya dan mengganggu waktu kamu.” Berkata sambil Pergi meninggalkanku.
            Pergi, tanpa menoleh sedikitpun, rasa menyesal itupun datang, “ kenapa ku melakukan seperti itu? Apa salahnya? Dia tidak melakukan kesalahan sedikitpun, sikapku ini sangat keterlaluan, ku harus meminta maaf karena sudah berbicara kasar tadi.” Berbisik dalam hati dengan penuh penyesalan yang mendalam. “ Fakultas apa? Jurusan apa? Sepertinya Mahasiswa sini.” Bertanya-tanya dengan penuh penasaran dan penyesalan. Sikap egois, sensitive, cuek, Ku berfikir untuk merubahnya agar tidak terjadi penyesalan di lain hari.
            “ Ku ingin bertemu dengannya lagi!” setiap hari Ku ucapkan karena rasa bersalah itu selalu timbul dikalaku sendiri. “ Ku ingin minta maaf!” itulah keinginanku setelah memikirkan kejadian itu. Hari kamis, pada saat mata kuliah Komputer, sekelas bergagas menuju Lab komputer  untuk praktik computer. Tanpa sengaja ku melihatnya sedang praktik memperbaiki mesin di tempat praktik Fakultas Teknik. Ku ingin menghampirinya, tetapi ku merasa tidak sanggup dan tidak ada keberanian untuk menghampirinya, “ ku rasa Dia sedang sibuk.” Pikirku karena melihatnya memperbaiki mesin. “ bararti Dia mahasiswa sini juga, dan Ku rasa Dia Fakultas Teknik.
            Rasa cuek, egois, sensitive, diusahakan akan menghilang dari diriku. Tetapi orang belum terbiasa menerima sikap baruku yang ku berfikir sangat susah payah untuk merubahnya. Ku berharap dikemudian hari mereka akan menerima sikapku ini.
            Berusaha, mencari informasi yang bagiku tidak begitu penting bagi setiap orang. Tapi ku menganggap itu sangat penting karena rasa bersalah tidak pernah pergi dari hari-hariku.  Namanya Muhammad Lukman, yang kutahu setelah ku bertanya seseorang yang Fakultas dengannya dan kebetulan kenal dengannya. “ hmz.. namanya Lukman! Kapan ya waktu yang tepat?” pikirku mencari waktu untuk menemuinya.
            Masih mencari waktu, tetapi masih bingung untuk menentukannya. Kegiatan belajarku pun berjalan seperti biasanya. Perasaan panic, gelisah, selalu pusing yang berlebihan, cemas, sudah berkurang adanya. Hiduppun terasa lebih baik, tidak seperti ada lagi yang membebaniku seperti yang kualami seperti yang lalu. Kata “ stress “ sudah jarang digunakan dalam perkataan yang menjadi kosa kata dalam hari-hariku. “ semangat “ adalah kata yang kuusahakan selalu menyertaiku dalam melakukan segala hal. Walaupun masih ada rasa-rasa seperti itu, selalu berusaha untuk menghilangkannya. “ jalani saja.” Itulah perkataan orang yang selalu memberi nasehat kepadaku.
            Masih tetap menjadi petualang untuk mencari waktu yang tepat dalam memperbaiki kesalahan. Sangat sulit, untuk memperbaiki kesalahan yang kita perbuat, rasa gengsi pasti menyelimuti setiap orang. Tapiku berusaha menghilangkan rasa malu dan gengsi itu untuk mempermudah menjalani hari-hariku dikemudian harinya.
            Waktu yang ditunggu tidak akan di ulur terlalu lama.tiak ada kegiatan yang membuat sibuk, memberanikan diri untuk melakukan apa yang menjadi keinginan. Ketika melihatnya, rasa itu masih ada, perlahan-lahan mendekatinya dan,
“ Hmz, hai.” Kataku menyapanya dengan keadaan gugup.
“ Hai juga, kamu yang itukan ?” jawab Lukman sambil memberhentikan kegiatan untuk sementara di ruang praktek.
“ Iya, kamu masih ingat dengan saya?”
“    Ya, tentu saja, ada apa?” perkataan bernada lembut yang tidak berubah darinya.
“ Kebetulan melihat kamu disini, masih ingatkah kamu dengan perkataan saya yang lalu, dan mungkin perkataan itu menyinggung perasaan kamu?” pertanyaanku yang berharap untuk dimaafkan.
“ Perkataan yang mana?” berfikir, “ ogh yang itu, tidak apa-apa, saya rasa pertanyaan yang saya mengganggu kamu.”
“ Tidak, saya terbawa emosi pada waktu itu, sekarang saya minta maaf kepada kamu karena perkataan saya yang kasar pada waktu itu.”
“ Tidak apa-apa, tanpa disuruhpun saya sudah memaafkannya, saya maklum.” Berkata sambil tersenyum kepadaku.
            Beban terasa hilang, ketika Dia memberi maaf padaku. Ternyata teman begitu penting, bila ada kesalahan, begitu sulit bila tidak ada keberanian yang menyertai. Dan kesendirian tidak baik dalam melakukan segala hal.

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Popular Posts

Blogroll

About

foxyform

Blogger templates

Blogger news

Copyright © / Gelitar 12

Template by : Urangkurai / powered by :blogger