Oleh : Nuni Afriyanti
Saat
bertemu denganmu adalah kebahagiaan bagiku. Kau segalanya dibandingkan dengan
apapun di dunia ini. Kebaikanmu, perhatianmu, kesopananmu terhadapku, membuatku
terhanyut dan terbawa arus yang begitu deras untuk masuk kedalam hatimu.
Senang, bahagia, itulah yang kurasakan selama ini. Ku tidak ingin memikirkan
siapapun, ku hanya ingin kaulah yang selalu ada dalam pikiranku. Apapun yang
kau minta, ku selalu berusaha agar kau akan tetap disisiku.
Rendra,
itulah nama orang yang kusayang selama ini, ia lahir dari keluarga terpandang,
kekayaan selalu menyertainya, hidup selalu berkecukupan. Sedangkan aku, aku
hanya wanita miskin yang hidup dengan serba tidak berkecukupan. Kehidupan kami
sangat berbeda, bagaikan langit dan bumi yang tidak akan pernah disamakan
sampai kapanpun. Waktu untuk bertemu sangat sulit bagi kami, karena kesibukan
yang selalu menghambat kami untuk bertemu. Ku selalu ingin bersamanya terus
menerus. tetapi sayang, ku hanya wanita simpanan yang selalu menunggunya jika
ia ada kesempatan untuk menemuiku. Bagiku, aku adalah wanita jahat yang
mengambil suami orang tanpa seijin keluarganya. Dan ku berfikir, dosaku tidak
akan termaafkan. Tetapi apa daya, ku terlanjur sayang dan ku ingin menggantikan
posisi istrinya jika itu bisa kulakukan.
Hubungan
kami sudah tidak termaafkan, bila istrinya mengetahui hal ini, ia akan marah
besar kepadaku dan membunuhku jika ia mau.
“
Mas yakin kita akan terus seperti ini selamanya?” tanyaku didalam mobil sedan
di malam yang sunyi pada saat hujan deras.
“ Yakin.”
Jawabnya dengan penuh keyakinan.
“ Bagaimana
dengan keluarga Mas, ku takut mereka mengetahui semua ini.”
“ Kamu tenang
saja, bila tidak ada yang mengetahui hubungan kita, kita pasti tidak akan
pernah ketahuan.”
“ Baiklah, ku
percaya kepada Mas.” Yakin, dan menganggap tidak akan terjadi apa-apa dengan
hubungan kami.
Sudah lama, hubungan kami berjalan
begitu lancar tanpa ketahuan oleh istri dirumahnya. Ku pernah bertemu dengan
istrinya, dan ia sangat baik terhadapku, soleha, dewasa, baik, sopan, ya
Allah... betapa jahatnya ku kepadanya, karena ku merebut suaminya tanpa
sepengetahuannya. Ku bingung, dan ku merasa ingin mengakhiri hubungan ini, tapi
apa daya, ku hanya wanita pelacur yang tidak akan pernah rela melepaskan mangsa
yang membuat jatuh cinta.
Ku menjadi takut, pada saat ku
mengetahui bahwa ku hamil tiga bulan, panik, cemas, dosa begitu besar sekarang
menyelimuti diriku dan pikiranku. Dan pada saat itu juga ku memberitahukan
kepadanya.
“ Mas, aku
hamil.” Pernyataanku yang tidak bisa kupendam.
“ Apa? Kamu
pasti bohong, dan kamu pasti salah.” Jawabnya dengan penuh kepanikan.
“ Salah
bagaimana, itulah kenyataannya.” Berkata sambil menatap matanya.
“ Tapi Mas sudah
punya istri, dan Mas tidak mungkin menyakiti hatinya.”
“ Bila takut
menyakiti hatinya, kenapa tidak dari awal saja kita tidak berhubungan?”
“ diam tanpa kata”
Ku memohon padanya agar ia mau
menikahiku. Tetapi apa yang kuharapkan tidak dapat dipenuhi olehnya. Ku
bagaikan anjing berkeliaran dihalaman yang mengharapkan majikan memberi makan
kepadanya. Hati sakit yang tidak bisa terbendung bagaikan gunung yang meletus dan
banjir yang tidak bisa ditanggulangi lagi. Menangis tidak akan pernah ada
artinya. Sampai menangis darahpun dia tidak akan merubah keputusannya untuk
tetap tidak menikahiku. Ku ingin memberitahukan kepada istrinya, tetapi ku
tidak sanggup, dan ku tidak tega membuatnya menangis. Inilah nasib wanita
simpanan atau pelacur yang tidak dapat melakukan apapun jika penderitaan datang
menghampirinya.
“
Bagaimana dengan anakku nanti ya Allah?... terlahir dari wanita pelacur dan
tanpa ayah.” Kesedihan selalu menyelimuti, memikirkan anak dalam kandungan yang
semakin bertambahnya waktu semakin
besar. Ku ingin bunuh diri, meninggalkan dunia ini meninggalkan semuanya yang
menyakitiku selama ini. Betapa kerasnya hidup ini, sampai-sampai mendapatkan
pertanggungjawabanpun sulit. Tetapi bagaimana dengan anak ini? Walaupun aku
mati dosa dan penderitaan tidak akan hilang dariku. Walaupun aku mati, dosa tidak akan mati. Ku ingin
menggugurkan anak ini, agar kelak anak ini tidak pernah merasakan penderitaan
dan malu karena mempunyai ibu yang mempunyai profesi sebagai wanita pelacur. Ku
tidak tega ya Allah...
Apakah
ini karma untukku? Ku seperti wanita gila karena kesalahan dan penderitaan yang
selalu menghantuiku. Dosa selalu mengejarku, Ku bagaikan manusia terhina yang
terinjak-injak oleh kaki manusia yang berjalan tanpa henti disekelilingku, aku
tidak mampu menahan perasaan yang berkecambuk dipikiranku. Walaupun aku selalu
menangis sehingga air mataku berubah
menjadi darah sekalipun itu tidak seberapa dengan dosa yang ku perbuat
selama ini. Hatiku sakit dan sesak bagaikan terganjal batu yang begitu besar.
Aku tidak berdaya semua yang kujalani terasa sia-sia selama ini. Demi seseorang
lelaki yang sangat kucintai aku rela melakukan semua ini, betapa bodohnya aku,
hingga kehormatanku diambil begitu saja olehnya. Tetapi dia meninggalkanku, aku
dicampakkan begitu saja. Sedangkan selama ini ku mengira dia adalah lelaki yang
bertanggung jawab.
Hari-hari
yang kujalani begitu sangat sulit karena tanpa adanya pendamping yang memberiku
semangat dan menjadi kekuatan dalam menjalani kerasnya hidup ini. Aku hanya
bisa bersabar dan ikhlas bila semua orang menggunjingku.
“ Dasar, wanita
tidak tahu malu...!” itulah kata yang selalu ku dengar.
Ku hidup sendiri, orang tua dan
keluargakupun tidak menganggapku sebagai keluarganya lagi, mereka tidak perduli
dengan keadaanku saat ini. Dan terbayang bagaimana sakitnya proses kelahiran
anak ini tanpa adanya siapapun disampingku.
Sudah lama penderitaan ini ku
jalani, sampai suatu ketika ku bertemu dengan teman SMA ku dulu.
“ Lisa, apa
kabar kamu?” bertanya padaku ketika kami berjumpa dijalan.
“ Anton,
alhamdulillah sehat, kamu sendiri?”
“ Alhamdulillah
sehat, mana suami kamu?”
Ku terdiam saat dia menanyakan hal
itu, malu rasanya. Sampai akhirnya, aku menceritakan semuanya tentang keadaanku
saat ini. Dia begitu kaget saat mendengarkan ceritaku.
Pertemuan kami tidak sampai disini
saja, sampai-sampai hubungan kami pun menjadi semakin akrab. Ku terkejut saat
mendengar pernyataanya.
“ Aku mau
menjadi ayah dari anak ini.” Berkata dengan penuh keyakinan.
“maksud kamu
apa? Kamu yakin dengan pernyataanmu itu?” terkejut.
“ Aku yakin,
karena selama ini aku menyayangimu,” sambil menggenggam tanganku.
“ Tapi aku tidak
pantas untukmu Anton, nanti kamu menyesal.”
“ Tidak, ini
adalah keputusanku, tekadku bulat untuk menikahimu, aku menerimamu apa adanya.”
Ragu “ jika
keyakinanmu sudah bulat, aku menerimamu untuk menjadi suamiku.”
Ketiaka anak ini lahir, kami pun segera
melakukan pernikahan. Bahagia sudah pasti menyelimuti keluarga kecil kami. Tidak
ada lagi nama Rendra di pikiranku dan keluargakupun menerimaku berserta
keluarga kecilku.
😢😢😢😢😢
BalasHapus